Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha
 (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga 
meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten,  kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO,
 candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah 
di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping 
sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai 
candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah 
kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Etimologi
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.
Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu.
 Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama di candi Siwa 
adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.
Sejarah Pembangunan
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah 
dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh
 Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu
 yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga 
bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali 
berkuasanya keluarga Sanjaya
 atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang 
saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
 penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa 
Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, 
setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').
 Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha 
tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air 
untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud
 adalah sungai Opak
 yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi
 Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok 
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi 
sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata 
air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong 
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di 
luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk 
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara 
(candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong,
 dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar 
candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi 
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
 penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
 ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
Diterlantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang mendirikan Wangsa Isyana.
 Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara pasti. 
Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi
 yang menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. 
Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. 
Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai terlantar dan tidak 
terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat 
pada abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah 
umat Hindu, candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh 
warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).
Penemuan kembali
Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui 
keberadaan candi ini. Akan tetapi mereka tidak tahu latar belakang 
sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa yang telah 
membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat 
menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan 
candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa, 
ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya 
dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca. 
Legenda mengenai candi Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang 
berkebangsaan Belanda. Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada 
masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles,
 menemukan candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan 
penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga 
berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an 
yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran dan batu 
candi. Kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak.
 Arca-arca dan relief candi diambil oleh warga Belanda dan dijadikan 
hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu candi untuk bahan
 bangunan dan pondasi rumah.
Pemugaran
Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst)
 di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah 
arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan 
dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan 
adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan 
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh 
Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan 
kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut 
hingga tahun 1993 .
Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran 
candi Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 
dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno.
 Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena 
batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. 
Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih 
ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang 
dan hanya tampak fondasinya saja.
Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO,
 status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian 
candi Prambanan tengah direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat 
gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah bangunan dan 
patung.
Peristiwa kontemporer
Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan memugarnya menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di tepi jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan milik negara, Persero PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman wisata purbakala di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan adalah salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung 
pertunjukan Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana.
 Panggung terbuka Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi 
Barat sungai Opak dengan latar belakang Candi Prambanan yang disoroti 
cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau, 
sedangkan pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung 
tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton
 Jawa yang telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di 
keraton dan mulai dipertunjukkan di Prambanan pada saat bulan purnama 
sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah menjadi daya tarik 
wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.
Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali
 menjadi pusat ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai 
keagamaan Prambanan adalah karena terdapat cukup banyak masyarakat 
penganut Hindu,
 baik pendatang dari Bali atau warga Jawa yang kembali menganut Hindu 
yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga 
Hindu dari provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi 
Prambanan untuk menggelar upacara pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan Nyepi.
Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul
 dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak 
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada 
patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak 
dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks 
Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa 
meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan. 
Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra 
berjatuhan dan berserakan di atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup 
dari kunjungan wisatawan hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat 
diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan 
waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang 
diakibatkan gempa ini.
 Beberapa minggu kemudian, pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka 
untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah 856.029 
wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi 
Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai. Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.
Kompleks candi
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru
 mata angin, akan tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, 
maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang timur. Kompleks candi 
Prambanan terdiri dari:
- 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma
- 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
- 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan
- 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
- 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
- 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.
 Tetapi kini hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi 
kecil di zona inti serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang 
belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang 
tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan 
terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona 
tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang 
merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil 
kecil.
Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan 
bujur sangkar yan terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing 
halaman zona ini dibatasi tembok batu andesit. Zona terluar ditandai 
dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya sepanjang 390 
meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan
 yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini sudah 
banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum 
diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks asrama 
Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di 
halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan 
musnah tak tersisa.
Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta.
 Di kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari 
dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus 
yang terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.
Candi Siwa
Halaman dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks 
candi. Pelataran ini ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar
 dikurung pagar batu dengan empat gerbang di empat penjuru mata angin. 
Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat delapan candi utama; yaitu
 tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.
Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus 
tetinggi di kompleks candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan
 lebar 34 meter. Puncak mastaka atau kemuncak candi ini dimahkotai 
modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah Ramayana;
 terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar langkan ini 
dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk mengikuti 
kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu 
melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin dan satu garbagriha,
 yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi. Ruangan
 timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita
 (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan 
cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan 
ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa 
ini merupakan perwujudan raja Balitung
 sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau. Sehingga 
ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa 
penitisnya yaitu Siwa. Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga (kobra).
Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran 
lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat 
Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.
Candi Brahma dan Candi Wishnu
Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya dipersembahkan kepada Brahma,
 yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini menghadap ke timur dan 
hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa ini. 
Candi Brahma menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca 
Wishnu yang berukuran tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan 
Wishnu adalah sama, yakni lebar 20 meter dan tinggi 33 meter.
Candi Wahana
Tepat di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil 
daripada candi Brahma dan Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan 
atau wahana dewa-dewa ini; sang lembu Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda
 wahana Wisnu. Candi-candi wahana ini terletak tepat di depan dewa 
penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi, di dalamnya 
terdapat arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di 
kiri dan kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya
 dewa matahari. Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 
10 kuda, sedangkan Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7 kuda.
 Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong dan 
tidak ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca 
Angsa sebagai kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi Wishnu 
terdapat candi yang dipersembahkan untuk Garuda,
 akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak 
ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam 
candi ini. Hingga kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia, 
yaitu sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok
Di antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit.
 Ukuran Candi Apit hampir sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi
 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter. Disamping 8 candi utama ini 
terdapat candi kecil berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya menyerupai
 pelinggihan dalam Pura
 Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji, sekaligus sebagai 
aling-aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat penjuru mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya. Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 2 meter.
Candi Perwara
Dua dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, 
tersusun dengan orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua
 berukuran panjang 225 meter di tiap sisinya. Di antara dua dinding ini 
adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua terdiri atas 224 candi 
perwara yang disusun dalam empat baris konsentris. Candi-candi ini 
dibangun di atas empat undakan teras-teras yang makin ke tengah sedikit 
makin tinggi. Empat baris candi-candi ini berukuran lebih kecil daripada
 candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi Perwara" yaitu candi 
pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara disusun dalam empat 
baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52 
candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar 
terdiri atas 68 candi.
Masing-masing candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan 
tapak denah 6 x 6 meter, dan jumlah keseluruhan candi perwara di halaman
 ini adalah 224 candi. Kesemua candi perwara ini memiliki satu tangga 
dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya, kecuali 16 candi di sudut 
yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke dua arah luar.
 Jika kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti berbentuk wajra, 
maka atap candi perwara berbentuk ratna yang melambangkan permata.
Aslinya ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya 
sedikit yang telah dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. 
Sejarawan menduga bahwa candi-candi ini dibiayai dan dibangun oleh 
penguasa daerah sebagai tanda bakti dan persembahan bagi raja. Sementara
 ada pendapat yang mengaitkan empat baris candi perwara melambangkan 
empat kasta,
 dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang boleh memasuki dan 
beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh dimasuki kasta Brahmana, berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra.
 Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara candi 
perwara dan empat kasta. Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk
 beribadah, atau tempat bertapa (meditasi) bagi pendeta dan umatnya.
Arsitektur
Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu
 yang berdasarkan kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru,
 tempat para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti 
model alam semesta menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas 
beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.
Seperti Borobudur,
 Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang 
suci hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep
 Hindu ini memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada 
hakikatnya hampir sama. Baik lahan denah secara horisontal maupun 
vertikal terbagi atas tiga zona:
- Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana; manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi melambangkan ranah bhurloka.
- Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi, pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
- Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi melambangkan ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih
 (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu pripih ini 
ditemukan diatas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan 
korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran 
emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa laut) dan Parwata
 (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga bercampur 
arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata, 
kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 
lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).
Relief
Ramayana dan Krishnayana
Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana.
 Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan 
sepanjang lorong galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini 
dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari 
candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina,
 yaitu ritual mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah.
 Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan ke 
candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief 
naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu awatara Wishnu.
Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang orang
 Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap 
malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan
 megah tiga candi utama yang disinari cahaya lampu.
Lokapala, Brahmana, dan Dewata
Di seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di 
sepanjang galeri dihiasi arca-arca dan relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana. Arca dewa-dewa lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata angin dapat ditemukan di candi Siwa. Sementara arca para brahmana penyusun kitab Weda terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh dua apsara atau bidadari kahyangan.
Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru
Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung 
(ceruk) yang menyimpan arca singa diapit oleh dua panil yang 
menggambarkan pohon hayat kalpataru.
 Pohon suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat 
memenuhi harapan dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini 
diapit oleh pasangan kinnara-kinnari
 (hewan ajaib bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan 
lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan 
lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya 
ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".
Museum Prambanan
Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah 
museum yang menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum
 ini terletak di sisi utara Candi Prambanan, antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca
 yang ditemukan di sekitar lokasi candi Prambanan; misalnya arca lembu 
Nandi, resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga 
Mahisasuramardini, termasuk pula batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.
Replika harta karun emas temuan Wonoboyo
 yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir Ramayana, gayung, tas, uang, 
dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan Wonoboyo yang 
asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia
 di Jakarta. Replika model arsitektur beberapa candi seperti Prambanan, 
Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di museum ini. Museum ini dapat 
dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala Prambanan karena 
tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio 
visual mengenai candi Prambanan juga ditampilkan disini.
Candi lain di sekitar Prambanan
Dataran Kewu atau dataran Prambanan adalah dataran subur yang membentang antara lereng selatan kaki gunung Merapi di utara dan jajaran pegunungan kapur Sewu di selatan, dekat perbatasan Yogyakarta dan Klaten, Jawa Tengah. Selain candi Prambanan, lembah dan dataran di sekitar Prambanan kaya akan peninggalan arkeologi candi-candi
 Buddha paling awal dalam sejarah Indonesia, serta candi-candi Hindu. 
Candi Prambanan dikelilingi candi-candi Buddha. Masih di dalam kompleks 
taman wisata purbakala, tak jauh di sebelah utara candi Prambanan 
terdapat reruntuhan candi Lumbung dan candi Bubrah. Lebih ke utara lagi terdapat candi Sewu, candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur. Lebih jauh ke timur terdapat candi Plaosan. Di arah barat Prambanan terdapat candi Kalasan dan candi Sari. Sementara di arah selatan terdapat candi Sojiwan, Situs Ratu Baka yang terletak di atas perbukitan, serta candi Banyunibo, candi Barong, dan candi Ijo.
Dengan ditemukannya begitu banyak peninggalan bersejarah berupa 
candi-candi yang hanya berjarak beberapa ratus meter satu sama lain, 
menunjukkan bahwa kawasan di sekitar Prambanan pada zaman dahulu kala 
adalah kawasan penting. Kawasan yang memiliki nilai penting baik dalam 
hal keagamaan, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Diduga pusat kerajaan Medang Mataram terletak disuatu tempat di dataran ini. Kekayaan situs arkeologi, serta kecanggihan dan keindahan candi-candinya menjadikan Dataran Prambanan tak kalah dengan kawasan bersejarah terkenal lainnya di Asia Tenggara, seperti situs arkeologi kota purbakala Angkor, Bagan, dan Ayutthaya.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar